PREDIKSI SGP — Rencana Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, untuk bergabung dengan Partai Gerindra ternyata tidak berjalan mulus. Sejumlah kader Gerindra di berbagai daerah terang-terangan menolak kehadirannya. Penolakan ini muncul dari DPC di Surakarta, Sidoarjo, Gresik, Batu, Tulungagung, Jakarta Timur, hingga Pematang Siantar yang menyampaikan keraguan soal loyalitas dan menyinggung masalah hukum yang sebelumnya menyeret nama Budi Arie.
Sebagian kader menilai langkah Budi Arie menuju Gerindra terasa sarat kepentingan politik. Ada anggapan bahwa ia tengah mencari posisi aman setelah berbagai isu hukum yang pernah menimpanya.
Ketua DPC Gerindra Pematang Siantar, Gusmiyari, menyebut bahwa langkah tersebut bisa dibaca sebagai upaya mencari perlindungan politik sekaligus peluang jabatan di era pemerintahan Presiden Prabowo.
Dalam Kongres III Projo yang berlangsung awal November 2025, Budi Arie menegaskan bahwa Projo tidak akan berubah menjadi partai politik. Namun, ia memberi sinyal akan merapat ke Gerindra, partai yang kini dipimpin oleh Prabowo. Ia juga menyampaikan bahwa Projo berkomitmen mendukung pemerintahan Prabowo–Gibran hingga 2029.
Di sisi lain, DPP Gerindra menanggapi penolakan dari kader akar rumput dengan cukup berhati-hati. Ketua Bidang OKK Gerindra, Prasetyo Hadi, mengatakan bahwa pihaknya mendengar masukan dari daerah, meski belum ada keputusan resmi soal keinginan Budi Arie untuk bergabung.
Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menilai penolakan terhadap figur politik adalah hal yang biasa dalam dinamika internal partai. Namun, ia memastikan bahwa Prabowo belum membahas isu tersebut karena tengah menjalankan agenda kenegaraan.
Dari sisi pengamat, Analis Helios Strategic Institute, Musfi Romdoni, melihat dua kemungkinan. Pertama, penolakan dari kader menunjukkan ketidakberterimaan yang nyata terhadap Budi Arie, terutama karena sentimen negatif terkait isu judi online yang pernah menyerempet namanya. Hal ini dikhawatirkan dapat mencoreng citra Gerindra.
Kedua, Musfi menilai bahwa penolakan dari daerah dapat menjadi cara halus bagi Gerindra untuk menolak Budi Arie tanpa harus menyampaikan penolakan secara langsung. Dunia politik Indonesia, menurutnya, kerap bergerak melalui simbol dan sinyal ketimbang pernyataan lugas.
Musfi juga menjelaskan bahwa istilah “suaka” yang digunakan sebagian kader perlu dibaca sebagai kekhawatiran bahwa Budi Arie mencari perlindungan politik. Ia menegaskan bahwa menjadi bagian dari partai berkuasa tidak otomatis memberikan perlindungan hukum, mengingat sejumlah tokoh politik tetap terseret kasus meski berada di lingkaran kekuasaan.
Sementara itu, Direktur Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai Gerindra perlu benar-benar mempertimbangkan aspirasi kader daerah agar stabilitas internal tetap terjaga. Ia mengingatkan bahwa soliditas mesin partai lebih penting daripada kehadiran tokoh baru yang justru berpotensi menimbulkan resistensi.
Agung menilai pengalaman Projo dalam mengawal kemenangan Jokowi dan Prabowo memang bisa menjadi modal. Namun, ia juga mempertanyakan apakah perpindahan Budi Arie benar-benar mewakili suara kolektif relawan Projo, mengingat kelompok relawan sifatnya cair dan tidak selalu bergerak satu suara.
Musfi menambahkan bahwa sikap Gerindra saat ini seolah menjawab keraguan publik terhadap kekuatan massa Projo. Ia melihat bahwa Gerindra tidak melihat nilai elektoral yang cukup besar dari kehadiran Budi Arie, bahkan menganggapnya berpotensi menjadi beban citra.
Hingga artikel ini ditulis, pihak media masih belum mendapatkan pernyataan langsung dari Budi Arie menanggapi gelombang penolakan tersebut. Namun, dalam tayangan Gaspol! yang dikutip Kompas, ia mengatakan bahwa penolakan itu adalah hak kader Gerindra dan ia tidak merasa perlu bereaksi berlebihan.